Wednesday 20 July 2011

SAR

SEARCH AND RESCUE
( SAR )


1.      PENDAHULUAN

Sebagaimana makna harfiah yang terkandung didalam Sar yaitu search ygn diartikan suatu usaha pencarian dan Rescue sebagai suatu usaha pengamanan atau penyelamatan SAR mempunyai pengertian dasar yaitu usaha untuk mencarikorban kecelakaan baik darat, laut maupun udara yang dilanjutkan dengan usaha pemindahan korban (evakuasi) ketempat yang aman untuk mendapatkan pertolongan selanjutnya. Sedang untuk pengertian secara khususnya SAR adalah suatu pengerjaan dari personil yang terlatih dan fasilitas yang dapat digunakan untuk menolong dengan cara effective dan seefisien mungkin terhadap jiwa manusia atau sesuatu yang berharga, yang ada dalam keadaan mengkhawatirkan atau hilang.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai tugas pokok dari SAR yaitu memberikan pertolongan terhadap barang berharga atau jiwa manusia yang ada dalam keadaan mengkhawatirkan atau hilang dalam musibah penerbangan, pelayaran dan bencana alam.

2.      SEJARAH SAR NASIONAL
Dalam tahun 1955 dengan PP No. 5 tahun 1955 oleh Presiden telah ditentukan satua DEWAN PENERBANGAN dan dalam melaksanakan tugasnya Dewan tersebut diberi wewenagn untuk membentuk panitia tekhnis diantaranya panitia pencari dan pemberi pertolongan atau panitia SARdengan tugas:
a.       Pembentukan Badan Gabungan SAR
b.      Regionsl Centre
c.       Anggaran Pembiayaan dan Material
Pada tahun 1959 panitia SARtersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan situasi pada waktu itu sehingga oleh beberapa pejabat dari Penerbangan Sipil dan Militer disarangkan untuk membentuk Organisasi SAR Nasional. Namun dalam pembentukan Organisasi SAR dalam tingkat Nasional ini mengalami kendala karena adanya beberapa hal yaitu:
a.       Tidak tersedianya anggaran dan material
b.      Perubahan politik dalam negeri
c.       Perubahan dalam organisasi pemerintah
Banyak hal yang mendorong Indonesia sehingga harus mempunyai lembaga SAR yang tingkatnya Nasional, diantaranya adalah dimana Indonesia sejak tahun 1950 sudah menjadi anggota ICAO (international Civol Aviation Organization) yang ditetapkan dalam Keppres no 203 tahun 1966 yang di harapkan Indonesia mampu menangani musibah nasional maupun internasionaol.
Pada 1968 munculah inisiatif dari tim SAR lokal dari Jakarta untuk merealisasikan pembentukan badan SAR yang tim tersebut di namakn tim Sar lokal Jakarta yang di sahkan dengan keputusan menteri perhubungan dengan No. T.20/I/2u Yang tugas pembentukannya di serahkan kepada perhubungan udara.
Dan mulai 1968 inilah Idonesia menjadi bagian dari proyek south east Asia Coordinating Commete on Tansport and Comunication yang mana American Expert team (tim ahli dari Amerika) dikirim untuk mengadakan untuk survey ke Indonesia. Hal-hal yang menjadi bahan pengamatan adalah:
a.          Pengumpulan data dan mempelajari data serta informasi dari semua fasilitas yang dapat dipergunakan untuk keperluan SAR
b.         Membantu penyempurnaan atau peningkatan SARdi Idonesia dalam segala aspeknya
c.          Meningkatkan koordinasi SAR dengan negara tetangga.
Kelanjutan dari survey yang iadakanpada tahn 1968 oleh tea ahli dar Amerika Serikatdiadakanya survey oleh Search and Rescue Study Team dar United State Coast Guard yang mengadakan Survey dari tanggal 5 Juni-8 Juli 1969 yang mempunyai rumusan dalam bentuk “Preliminary Recomendations” yang mana didalamnya terkandung pokok-pokok sbb.
Ø  Perlu adanya “agreement” antar departemen-departemen yang memiliki peralatan dan fasilitas SAR.
Ø  Harus ada hubungan yang cepat dan tepat antara pusat-pusat koordinasi dengan “Primary and Secondary SARFacilities” dalam jaringan hubungan ini termasuk “Teleprinter Circuits”.
Ø  “Conrolers” yang berpengalaman supaya diberi pendidikan formil pada salah satu ”SAR SCHOOL” dan diantaranya merka diharapkan ada yang menjadi instruktur.
Ø  “Radio Navigasi Aods” yang penting supaya dilayani secara terus menerus ssedangkan bagi yang kurang penting supaya diperpanjang jadwal dan jam kerjanya.
Ø  Dan baru pada tahun 1972 melalui Keputusan Presiden No. 11 tahun 1972 ditetapkanlah Badan Search and Rescue Indonesia (BASARI) yang diketuai langsung oleh mentri Perhubungan, yaitu tepatnya pada tanggal 28 Feb 1972. didalam BASARI ini dibentuk PUSARNAS (Pusat Koordinasi SAR Nasional) yang ini baru terlaksana pada bulan Agustus 1975 beserta dengan perangkat kerja dari BASARI yaitu Badan Pelaksana Operasi SAR dari tingkat Pusat sampai Eselon Pelaksana didaerah yaitu Pusat Koordinasi Rescue (PKR) dan Sub Koordinasi Rescue (SKR) yang mana pada kesempatan tersebut juga dilakukan pengisian jabatan-jabatan pokok dan penyelesaian tugas administratif yang semuanya itu harus dilaksanakan secara bersamaan dengan tugas-tugas operasi SAR.

3.      Organisasi SAR di Indonesia
1. Umum
Ø  Pimpina badan SARIndonesia (BASARI) dipimpin oleh Mentri Perhubungan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI
Ø  Pusat koordinasi SAR Nasional dibawah badan SARNasional (BASARNAS) dipimpin oleh ketuanya.
Ø  Pusat koordinasi Rescue terdiri dari atas 4 KKR ( Kantor Koordinasi Rescue)
Ø  Unsur-unsur lain.
2. Kantor Organisasi Misi SAR
a.       KKR I Jakarta
b.      KKR II di Surabaya
c.       KKR III di Ujung Pandang
d.      KKR IVdi Biak
3. Bagan organisasi Misi SAR
Ø  SAR Coordinator (SC)
Dijabat oleh pejabat yang kaerna fungsi dan wewenangnya sangat berguna bagi operasi SAR dalam wilayah/daerah tanggung jawab KKR/SKR.
Ø  SAR Mission Coordinator (SMC)                             
Bertugas untuk kejadian SAR, melaksanakan evaluasi kejadian, perencanaan serta koordinasi. Sejak ditunjuk sebagai SMC sampai operasi Dinyatakan selasai. Jika wilayah pencarian terlalu luas dapat ditunjuk beberapa SMC dengan batas wilayah pencarian masing-masing yang jelas.
Ø  On Scene Commender (OSC)
Ditunjuk oleh SMC untuk koordinasi dan pengaturan suatu misi SARtertentu di tempat kejadian. Bila pencarian menggunakan lebih dari 2 unit SAR maka harus ada OSC.
Ø  Search Rescue Unit/Unit SAR (SRU)
Fasilitas yang secara nyata melaksanakan operasi SAR wewenangnya terbatas pada/untuk pelaksanaan tugas-tugas oleh OSC/SMC memberitahukan kemajuan pelaksanaan tugas kepada SMC.
Beberapa tugas utama SRU :
1.      Melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh SMC/OSC. Sru wajib patuh secara utuh akan tugas yang diberikan kepadanya oleh SMC/OSC. Apabila keadaan menghendaki adanya perubahan maka hanya dapat dilakukan setelah konsultasi serta disetujui oleh SMC/OSC. Penyimpangan atau melawan wewenang SMC/oscsama sekali tidak dibenarkan, dan OSC/SMC wajib menarik kembali SRU yang tidak disiplin.
2.      Melaksanakan prosedur pencariansecara benar. Berbagai petunjuk pelaksanaan tugas harus dikerjakan secara seksama dengan kewaspadaan, kesadaaran dan ketelitian yang baik.
3.      Melapor segala kegiatan secara berkala kepada SMC/OSC pada waktu yang ditetapkan sambil konsultasi mengenai berbagai keperluan dan kepentingan guna kelancaran operasi pencarian.
4.      Memasang “rambu-rambu” pada daerah pencarian guna membantu kelancaran dan ketepatan usaha dan sistem pencarian. Rambu ini dapat berupa:
a.       Rambu tanda
-          Stringline besert rambu petunjuk arah
-          Ribbon atau tali rafia
b.      Rambu tertulis
2.      Petunjuk ketinggian suatu tempat
3.      Petunjuk arah ke suatu tempat
4.      Catatan petunjuk kelapangan
5.      Memberikan pertolongan pertama kepada korban bila diperlukan nanti. Pertolongan harus diberikan dengan pengetahuan dan kesadaran kemanusiaan yang tingggi agar tercapai makna dari maksud menolong.
6.      Melaksanakan evakuasi korban, baik dalam keadaan sehat, kesehatan yang rendah dan memburuk, atau dalam keadaan korban telah meninggal atau jenazah yang telah membusuk berat.
7.      Dapat melakukan hubungan komunikasi radio dengan baik dan jelas sesuai prosedur standat operasi radio yaitu mengadakan hubungan denga pesawat HP. Juga mengerti kode-kode yang telah disepakati bersama untuk dipergunakan dalam keadaan darurat.
8.      Membuat laporan kerja secara tertulis bila diminta oleh SMC/OSC.
4. SISTEM SAR
a.       Dari segi operasional, sistem SAR diaktifkan segera setelah berita bahaya atau kejadian darurat atau mungkin terjadi diterima.
b.      Sistem SAR dihentika korban dalam keadaan bahaya telah diselamatkan, dibawa ketempat perawatan, atau telah diyakinkan keadaan darurat tidak terjadi ataupun bila harapan untuk menyelamatkan diri sudah tidak ada lagi.
c.       Sistem SAR terdiri dar 5 tahap SARdan ditunjang oleh 5 komponen SAR yaitu:
Tahap SAR
1.      Tahap keragu-raguan
Sadar bahwa keadaan darurat telah terjadi
2.   Tahap tindakan awal
Melaksanakan suatu tanggapan terhadap suatu kecelakaan.
3.   Tahap Perencanaan
Rencana yang efektif mulai dibuat, termasuk koordinasi yang diperlukan.
4.   Tahap operasi
Seluruh unit bertugas hingga misi SARdinyatakan selesai.
5.   Tahap laporan
Membuat laporan tentang misi SARyang telah dilakukan.
Komponen SAR
1.      Organisasi
2.      Fasilitas
3.      Komunikasi
4.      Perawatan darurat
5.      Dokumentasi
Perencanaan dan strategi SAR
1.      Perencanaan diawali dengan pengumpulan berbagai informasi dan data tentang peristiwa/musibah yang terjadi dan dapat diperoleh dari:
a.       Informasi tentang terjadinya musibah, antara lain apa yang terjadi, dimana, kapan terjadi, siapa korbannya, mengapa dan bagaiman taerjadi, dsb.
b.       Informasi tentang korban secara menyeluruh.
c.       Informasi tentang keadaan medan, cuaca,peta, wilayah topografi, analisa medan, dan sebagainya. Khususnya dapatkan informasi dari penduduk sektar wilayah, polosi hutan, petugas PHPA, pendaki yang sudah berpengalaman, saksi mata yang pernah bertemu korban di perjalanan, dsb.
d.      Informasi tentang tersedianya berbagai fasilitas penunjang bagi kelancaran operasi SAR, antara lain: tenaga personil SAR, waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan operasi SAR, keadaan politik serta pemanfaatannya untuk menunjang operasi SAR, logistik sarana komunikasi, sarana mendirikan basecamp dsb.
Strategi pencarian diawali dengan menentuka search area yang pada dasarnya ada 4 metode pendekatan, yaitu :
a.      Metode teoritis : yaitu dengan melingkari daerah pencaria dengan jarak radius tertentu berdasarkan perkiraan jarak tempuh korban dari titik awal diketahui korban terakhir berada.
b.      Metode Statistik: yaitu dengan mempelajari kejadian berdasarkan statistik dari peristiwa SAR dimasa yang lalu.
c.      Metode Subyektif : yaitu berdasarkan pengalaman daari berbagai pihak yang yagn pernah mengikuti kegiatan SAR, serta kenal akan daerah pencarian, sehingga pendapat dan petunjuk mereka dapat dipakai sebagai panutan bagi operasi SAR.
d.     Meode Mattson : Setelah menetukan beberapa “Search area”, skala prioritas ditentukan dari hasil pilihan mayoritas dari beberapa tenaga ahli SAR.
IV.        PENCARIAN SAR
1.       Pola pencarian SAR
1.      Track (T)
2.      Pararel (P)
3.      Creeping (C)
4.      Square (S)
5.      Sector (S)
6.      Countour (Ct)
7.      Flare (F)
8.      Homing (H)
9.      Barrier (B)

2.      Faktor yang mempengaruhi pemilihan pola pencarian:
1.      Ketepatan posisi musibah
2.      Luas dan bentuk daerah pencarian
3.      Jumlah dan jenis sru yang tersedia
4.      Cuaca di dan ke daerah pencarian
5.      Jarak pengkalan sru ke lokasi musibah
6.      Kemampuan peralatan bantuan navigasi di daerah musibah
7.      Ukuran suhu dan mudahnya sasaran yang diketahui
8.      “Propability of detection” yang dipilih
9.      Medan di daerah musibah
10.  Kualitas dari SMC dan OSC beserta stafnya
11.  Dukungan logistik ke daerah pencarian
3.      Keterangan pola pencarian
1. Track:
dipergunakan bila kapal atau pesawat atau orang yang dinyatakan hilang, dan jalur perjalanan yang direncanakan akan dilewati merupakan satu-satunya keterangan yang ada.
Selalu dianggap bahwa sasaran masih atau dekat garis atau rute tersebut.
2. Pararel
1.      daerah pencarian cukup luas dan cukup datar medannya
2.      hanya posisi duga yang diketahui
3.      sangat baik untuk daerah pencarian yang berbentuk segi empat

3. Creeping
1.      daerah pencarian sempit, panjang dan cukup rata.
2.      jika di pnggung gunung, regu pencari dengan pola ini turun ke jurang-jurang atau dataran yang lebih rendah.
4. Sector
1.      lokasi atau posisi yang diketahui
2.      daerah yang dicari tidak luas
3.      daerah pencarian berbentuk lingkaran
4.      rute regu pencari berbentuk segitiga sama sisi
5. Countour
1.      digunakan di gunung-gunung atau di bukit-bukit
2.      pencarian selalu dimulai dari puncak tertinggi
3.      jka memakai pesawat, crew harus berpengalaman, cuaca harus baik
6. Homing
1.      digunakan bila yang terkena musibah mempunyai peralatan elektronik. Contohnya : pesawat jatuh, pesawat itu mempunyai ELT yaitu Emergency Locater Transmitter.
2.      ELT dinyatakan jika pesawat/kapal laut jatuh/tenggelam.
3.      Pesawat pencari harus juga dilengkapi dengan alat penerima ELT.
7. Barrier
1.      digunakan hanya menunggu atau mencegat dengan perhitungan pasti yang terkena musibah /survivor pasti akan lewat dengan melihat ketentuan lingkungan.
2.      Jika dilaut dengan ketentuan arus laut, angin dan lain-lain.
3.      Digunakan jika regu pencari dan penyelamat tidak bisa mendekati tempat yang terkena musibah.
8. Flare
1.      digunakan pada pencarian malam hari.
2.      Mempergunakan sinar kembang api yang dijatuhkan dari kapal.
3.      Biasanya digunakan di laut.
4.      Jika digunakan didarat, sangat berbahaya karena bisa menimbulkan kebakaran.
Pelaksanaan operasi SAR ditujukan pada musibah transportasi udara dan laut, sesuai dengan keputusan Presiden tentang pembentukan BASARNAS. Untuk musibah pada pendakian gunung dan kegiatan kita ini dan bidang lain yang menjadi kegiatan kita ini hanya sebatas diamati dan diberi restu sertaa doa dan kadang-kadang bantuan komunikasi pada pihak pemerintah setempat (belum seresmi BASARNAS)
Untuk musibah pendakian umumnya SMC dipegang oleh salah satu dari pecinta alam/pendaki gunung. Tingkat tertinggi adalah BASARNAS ndan dibawahnya adalah kepala pemerintah setempat. Dan para pemula masuk dalam SRU, waalau pemula tapi bukan berarti tanpa bekal pengetahuan dan ikut misi untuk belajar.
TAKTIK PENCARIAN
         Dalam perencanaan pencarian yang bervariasi, ada 5 mode pencarian yang saling mendukung satu sama lainnya, yaitu:
1. Preliminari Mode
         Yaitu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan :
a.  Informasi awal
b. Mengkoordinir regu pencari
c. Pembentukan pos pengendali
d. Perencanaan pencarian awal
e. Menyusun rencana operasi pencarian. Pada bagian ini individu SRU tidak terlibat.
2. Convinement Mode
      Yaitu usaha untuk mengurung survivor didalam area pencarian yang digunakan antara lain:
a.  Bloking
-  Trail bloking : Tim-tim kecil dikirim untuk memblokir/menjaga jalur-jalur setapak sekitar area pencarian.
- Rood blokng : jalan yang diblokir merupakan jalan-jalan disekeliling batas daerah pencarian.
b.  Look outs
Mengawasi daerah-daerah sekitar area pencarian dengan menempatkan tim-tim kecil di ketinggian. Mendirikan pos-pos dengan posisi yang strategis misalnya dipersimpangan jalan setapak yang dipertemukan aliran sungai. Camp ini juga berfungsi pos relay radio.
c.   Track traps
Membuat dan memanfaatkan rintang seperti tanah lunak agar survivor yang melewati daerah tersebut dapat melewati daerah tersebut daapat meninggalkan jejak yang jelas.
d.   Stringline
Membuat pembatas buatan yang ditaarik mengikuti jalur tertentu yang diharapkan akan menghalangi ruang geraqk korban. Cara ini lebih efektif untuk daerah yang bervegetasi rapat.
3. Detection mode
      Yaitu usah pencarian korban dengan melakuakn pemeriksaan dan penyapuan terhadap tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat dimana survivor berada. Detection mode debagi menjadi 3 tipe:
Ü  Type I search (recorcconnaisance/hasty search)
Pemeriksaan dan pencarian informasi secepat mungkin untuk daerah-daerah yang dicurigai. Jumlah personil 3-6 orang.
Ü  Type II search (open grid)
Pemerikasaan yang cepat secara sistematis pada area yang luas dengan menggunakan metode penyapuan. Jumlah personil 4-6 orang yagn berjalan berbanjar dengan jarak antar personil 10-20 meter. Salah seorang anggota tim harus menjaga arah kompas serta jarak antara personil tidak tumpang tindih dan tak terarah.
Ü  Type III (close grid)
Pemeriksaan yang agak lambat pada daerah yang lebih sempit tetapi dilakuakn secermat mungkin. Jumlah personil 5-10 orang yang berjalan berbanjar dengan jarak antar personil 3 meter.



4. Tracking Mode
mencari jejak atau suatu yang ditinggalkan survivor. Dalam hal ini dapat diginakan anjing pelacak dan orang yang terlatih dalam mencari dan mengikuti jejek.
5. Evakuation Mode
memberi pertolongan pertama dan membawa “lost person” ke titik pengerahan untuk mendpatkan perawatan lebih lanjut.
Marker untuk awal dan akhir penyapuan.
Marker digunakan untuk menandai awal dan akhir penyapuan dari setiap regu dan dapat memberi keterangan dari mana penyapuan. Dengan adanya marker, kesalahan penetuan koordinat dan medan di regu pencari dapat dideteksi.
Evakuasi
Bila survivor telah ditemukan, tim pencari maka yang harus dilakukan :
a. memberikan pertolongan pertama
b. menyakinkan survivor bahwa ia selamat
c. melapor pada pos pengendali tentang kondisi dan lokasi ditemukan survivor.
Kemungkinan survivor saat ditemukan:
a.       cedera berat
b.      cedera ringan
c.       meninggal dunia
Evakuasi survivor hanya diputuskan oleh SMC/OSC.


EmoticonEmoticon