Monday 9 April 2012

Pendaki gunung, berjalan diantara fenomena napak tilas dan sufistik

Seperti  kita telah ketahui, alam merupakan sarana dimana manusia dapat hidup dan berinteraksi dengan sesama maupun dengan alam itu sendiri. Alam diciptakan untuk senantiasa dipelajari dan dipelihara karena alam dan manusia merupakan unsur yang saling membantu untuk keseimbangan dan keselarasan hidup di masa yang akan datang.

Salah satu aktivitas yang sangat berperan hingga saat ini ialah pendakian gunung. Dimulai dari niat sampai keinginan untuk mencapai puncak. Bermula dari niat diri sendiri  pendakian gunung akan lebih terasa bermakna dan tegantung dari sudut manakah pandangan yang akan diambil . Terutama bila dimulai dengan niat positif, maka makna yang didapat menjadikan suatu hikmah dan nikmat tersendiri pula.




Fenomena alam adalah tingkatan awal mula dimana para pendaki gunung berusaha untuk meraih dan menggapainya. Alam menyediakan, menyuguhkan dan menawarkan berbagai fenomena alam yang sulit untuk dimengerti oleh setiap manusia, diantaranya dimulai dari beranekaragam tanaman, bebatuan, kontur yang penuh dengan aroma eksotisme hingga lokasi dan tempat yang mirip dunia lain (alam yang tak pernah terjamah) sehingga alam itu sendiri menjadikan magnet tersendiri bagi setiap pendaki gunung.

Pemahaman yang kedua ialah napak tilas, mungkin secara tidak kita sadari bahwa pendakian itu sendiri tidak hanya menawarkan fenomena semata melainkan “napak tilas” para pendahulu-pendahulu kita. Sering kita berpikir dan senantiasa selalu mempelajari bahwa orang-orang yang hidup dijaman dahulu memiliki umur yang lebih panjang dan fisik yang cukup kuat. Alam tidak hanya menyediakan fenomena akan tetapi menyediakan unsur yang menjadi pelengkap manusia dari mulai oksigen murni, bahan makanan yang alami tanpa kimia hingga tumbuh-tumbuhan yang mengandung antiracun/penawar racun dalam tubuh manusia. Sungguh kekayaan alam yang tak terbatas yang tidak dapat dinilai dari hasil dan manfaat semata, sehingga termotifasi untuk berpikir bahwa kita harus menghormati dan menghargai alam dan para pendahulu kita yang senantiasa menjadikan alam sebagai tempat berpijak dan menggantungkan hidupnya untuk kita lestarikan keindahannya.

Pemahaman yang ketiga ialah “sufistik” pandangan ini ialah hakiki yang dapat dirasakan oleh setiap manusia namun pada tahapan ini alam dirasakan tidak hanya keindahannya melainkan keindahan maknawi. Bermula dari melangkahkan kaki di alam yang senantiasa memiliki makna “kita berjalan menuju masa depan, tanpa adanya syarat untuk sesuatu, dan dengan syarat untuk bukan sesuatu hingga ritme nafas adalah perjuangan untuk memperoleh sesuatu, dan setiap nafas adalah untuk memahami sesuatu”.

Semua pandangan tersebut senantiasa merupakan motivasi bagi setiap pendaki gunung, bahwasanya alam tidak hanya untuk kegiatan alam bebas semata melainkan momen untuk ditafakuri bersama untuk keberadaan - Nya




di tulis oleh: Muh. Tarom

2 komentar


EmoticonEmoticon