Pada dasarnya, ujian adalah sebuah proses
yang harus dilalui untuk mencapai tingkatan dan kualitas yang lebih tinggi.
Contoh yang kita alami dan sering kita lihat adalah ujian sekolah. Setiap kali
kita akan naik kelas, pasti ada ujian yang harus kita lewati terlebih dahulu.
Jika nilai ujian kita baik dan bahkan diatas rata- rata, maka kita juga akan
naik tingkat dan bahkan mendapatkan penghargaan karena memperoleh nilai
terbaik. Untuk bisa mencapai peringkat itu, tentunya ada cara atau strategi
yang dilakukan. Mulai belajar, berlatih, dan membiasakan diri dengan soal-soal
ujian yang diujikan. Disadari atau tidak, ujian juga berlaku di kehidupan
sehari – hari kita atau bisa disebut juga dengan ujian hidup yang terkadang
sangat menguras fikiran dan perasaan bahkan harta yang kita miliki. Tidak
jarang juga orang yang menghadapi ujin ini merasa berputus asa karena terlalu
beratnya ujian yang harus dilewati dan bahkan sampai harga diri atau nyawa yang
jadi tumbalnya. Tapi yakinlah bahwa setiap ujian hidup yang kita hadapai pasti
mempunyai cara atau strategi untuk melaluinya. Untuk menghadapi ujian itu,
sebenarnya Allah sebagai Dzat yang membuat soal ujian ini sudah menyiapkan
strategi yang paling jitu bagi semua peserta ujian dalam hal ini adalah kita
sebagai hamba-Nya. Kalau kita bisa berfikir lebih dalam lagi, sebenarnya cara
atau strategi untuk menghadapi ujian hidup sudah tersirat dalam organ tubuh
kita yaitu tangan dengan kelima jarinya. Dimulai dari kelingking, jari manis,
jari tengah, jari telunjuk, dan jempol. Kelima jari itu mempunyai arti
tersendiri yang perlu kita pahami dan kita lakukan untuk mendapat nilai,
derajat dan kualitas hidup yang lebih mulia disisi-Nya.
Jari yang pertama adalah kelingking yang
diartikan sebagai sifat ikhlas. Ikhlas sendiri mempunyai arti kebersihan dan
ketulusan hati. Kita sebagai manusia juga tidak tahu apa yang sudah menjadi
rencana-Nya. Segala kemungkinan di luar nalar kita bisa saja terjadi karena
kehendak-Nya. Oleh karena itu, ketika kita menjalani
ujian dengan sebenar – benarnya kebersihan dan ketulusan hati, maka sesulit
apapun ujian yang kita hadapi akan terasa ringan karena sesungguhnya dalam
mengerjakan ujian itu ada kekuatan yang luar biasa yang sedang membantu kita. Seperti
yang disampaikan oleh Erbe Sentanu dalam bukunya yang berjudul Quantum Ikhlas,
beliau mengatakan bahwa jika manusia itu benar – benar ikhlas, maka disaat
itulah doa atau niatnya sedang “berjabat tangan” melakukan kolaborasi dengan
vibrasi energi yang tidak terlihat akan tetapi mempunyai kekuatan yang lebih
dahsyat. Sehingga, melalui cara kuantum yang tidak terlihat itu, kekuatan
Tuhanlah yang sebenarnya sedang bekerja. Lebih lanjut beliau
juga mengutip dari Imam Ja’far dalam kitab Al-Bihar yang mengatakan bahwa: ‘Apabila
seorang hamba berkata,’Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah’,
maka Allah akan menjawab, ‘Wahai para Malaikat-Ku, hamba-Ku telah ikhlas
berpasrah diri, maka bantulah dia, tolonglah dia, dan sampaikan (penuhi) hajat
keinginannya.” Jika sudah demikian, apalagi yang perlu kita khawatirkan dan
siapakah yang akan mampu menghalangi-Nya?
Jari yang kedua adalah jari manis yang
diartikan sebagai sifat istiqomah. Istiqomah merupakan sikap teguh dalam
berpendirian dan selalu konsisten dengan apa yang yakininya. Dalam hal ini,
istiqomah berarti kokoh dalam beraqidah dan konsisten dalam beribadah. Orang
yang istiqomah tidak akan pernah redup dalam melakukan totalitas peribadatan
kepada Allah SWT. Ketika kondisi ekonominya sedang terpuruk, orang yang
istiqomah tetap berpegang teguh pada aturan agama tentang halal haram. Seperti
lebah yang selalu menghisap madu dari bunga yang sedang bermekaran. Ia akan
tetap melakukan itu dengan tekun meski terkadang nyawa yang menjadi taruhannya.
Tetapi pada akhirnya, perjuangan itu akan berujung menjadi madu yang manis dan
bermanfaat bagi makhluk selain dirinya yaitu manusia. Begitu juga dengan
istiqomah, seberat apapun ujian yang kita hadapi, selama kita tetap istiqomah berada
pada jalan yang telah diridhoi-Nya maka hasilnya akan manis seperti madu asli yang
manisnya tidak akan membosankan bagi siapapun yang menikmatinya.
Jari yang ketiga adalah jari tengah yang
diartikan sebagai sifat qona’ah. Qona’ah mempunyai arti cukup atau merasa cukup
dengan apa yang telah diberikan Allah kepada kita. Sebesar apapun usaha yang
kita lakukan, akan tetapi Allah sebagai pembuat skenario kehidupan yang kita
jalani tidak mengabulkan apa yang sedang kita usahakan, hasilnya pun juga jauh
dari yang kita harapkan. Jika kita bisa menerimanya dengan lapang dada dan
merasa cukup atas segala apa yang telah diberikan-Nya kepada kita dengan tetap
memohon pertolongan-Nya, maka kebesaran dan kekokohan jiwalah yang akan kita
peroleh seperti jari tengah yang lebih kokoh dibandingkan dengan jari yang
lain.
Jari yang keempat adalah jari telunjuk yang
diartikan sebagai sifat ridho. Ridho sendiri mempunyai arti rela dan tabah
menerima semua perkara yang terjadi dalam hidup kita tanpa ada rasa kecewa dan
putus asa. Sebagai muslim, sepahit apapun ujian yang kita terima yakinlah bahwa
semua ujian itu berasal dari Sang Maha Pamilik Jiwa. Jari telunjuk selalu kita
acungkan dalam sholat yang mengisyaratkan bahwa hanya Allah Yang Maha Esa yang
merupakan satu - satunya Dzat tempat kita kembali dan memohon pertolongan. Kalau
rihdo sudah benar – benar kita lakukan, maka syukur akan terwujud dalam diri
kita. Syukur sendiri mempunyai arti berterima kasih. Dalam hal ini berterima
kasih dalam kondisi apapun atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kita. Poin
ini merupakan poin terberat yang harus kita lakukan kerana logikanya kalau ada
teman yang menyakiti kita, apakah kita akan masih merasa mudah untuk berterima
kasih padanya? Begitu juga dengan ujian yang diberikan Allah kepada kita, meski
terasa sakit kita harus berterimaksih kepada-Nya dengan tetap melakukan
totalitas penghambaan sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Keempat jari diatas mempunyai arti yang
sangat mulia jika kita bisa melakukannya di saat menghadapi ujian-Nya. Tinggal
satu jari lagi yaitu jempol. Jempol biasanya digunakan sebagai isyarat
penghargaan kepada jerih payah dan kerja keras seseorang serta untuk memuliakan suatu perkara dikehidupan sosial seperti
mempersilahkan tamu yang sedang berkunjung kerumah kita. Kita selalu menggunakan jari jempol dalam melakukannya. Contoh yang lain
adalah
kalau ada teman kita yang dengan suka rela menolong teman kita yang sedang
dalam kesulitan maka kita acungi jempol kepadanya dan masih banyak contoh yang
lain. Dalam kaitannya dengan ujian hidup yang Allah berikan, jika semua sifat
diatas telah kita genggam erat – erat maka tinggal jari jempol
saja yang masih berdiri. Itu artinya bahwa kualitas hidup yang kita miliki
memang patut untuk diacungi jempol.
EmoticonEmoticon