Wednesday 20 August 2014

Lima jari, kisi – kisi untuk menghadapi ujian Yang Maha Kuasa

Pada dasarnya, ujian adalah sebuah proses yang harus dilalui untuk mencapai tingkatan dan kualitas yang lebih tinggi. Contoh yang kita alami dan sering kita lihat adalah ujian sekolah. Setiap kali kita akan naik kelas, pasti ada ujian yang harus kita lewati terlebih dahulu. Jika nilai ujian kita baik dan bahkan diatas rata- rata, maka kita juga akan naik tingkat dan bahkan mendapatkan penghargaan karena memperoleh nilai terbaik. Untuk bisa mencapai peringkat itu, tentunya ada cara atau strategi yang dilakukan. Mulai belajar, berlatih, dan membiasakan diri dengan soal-soal ujian yang diujikan. Disadari atau tidak, ujian juga berlaku di kehidupan sehari – hari kita atau bisa disebut juga dengan ujian hidup yang terkadang sangat menguras fikiran dan perasaan bahkan harta yang kita miliki. Tidak jarang juga orang yang menghadapi ujin ini merasa berputus asa karena terlalu beratnya ujian yang harus dilewati dan bahkan sampai harga diri atau nyawa yang jadi tumbalnya. Tapi yakinlah bahwa setiap ujian hidup yang kita hadapai pasti mempunyai cara atau strategi untuk melaluinya. Untuk menghadapi ujian itu, sebenarnya Allah sebagai Dzat yang membuat soal ujian ini sudah menyiapkan strategi yang paling jitu bagi semua peserta ujian dalam hal ini adalah kita sebagai hamba-Nya. Kalau kita bisa berfikir lebih dalam lagi, sebenarnya cara atau strategi untuk menghadapi ujian hidup sudah tersirat dalam organ tubuh kita yaitu tangan dengan kelima jarinya. Dimulai dari kelingking, jari manis, jari tengah, jari telunjuk, dan jempol. Kelima jari itu mempunyai arti tersendiri yang perlu kita pahami dan kita lakukan untuk mendapat nilai, derajat dan kualitas hidup yang lebih mulia disisi-Nya.


Jari yang pertama adalah kelingking yang diartikan sebagai sifat ikhlas. Ikhlas sendiri mempunyai arti kebersihan dan ketulusan hati. Kita sebagai manusia juga tidak tahu apa yang sudah menjadi rencana-Nya. Segala kemungkinan di luar nalar kita bisa saja terjadi karena kehendak-Nya. Oleh karena itu, ketika kita menjalani ujian dengan sebenar – benarnya kebersihan dan ketulusan hati, maka sesulit apapun ujian yang kita hadapi akan terasa ringan karena sesungguhnya dalam mengerjakan ujian itu ada kekuatan yang luar biasa yang sedang membantu kita. Seperti yang disampaikan oleh Erbe Sentanu dalam bukunya yang berjudul Quantum Ikhlas, beliau mengatakan bahwa jika manusia itu benar – benar ikhlas, maka disaat itulah doa atau niatnya sedang “berjabat tangan” melakukan kolaborasi dengan vibrasi energi yang tidak terlihat akan tetapi mempunyai kekuatan yang lebih dahsyat. Sehingga, melalui cara kuantum yang tidak terlihat itu, kekuatan Tuhanlah yang sebenarnya sedang bekerja. Lebih lanjut beliau juga mengutip dari Imam Ja’far dalam kitab Al-Bihar yang mengatakan bahwa: ‘Apabila seorang hamba berkata,’Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah’, maka Allah akan menjawab, ‘Wahai para Malaikat-Ku, hamba-Ku telah ikhlas berpasrah diri, maka bantulah dia, tolonglah dia, dan sampaikan (penuhi) hajat keinginannya.” Jika sudah demikian, apalagi yang perlu kita khawatirkan dan siapakah yang akan mampu menghalangi-Nya?

Jari yang kedua adalah jari manis yang diartikan sebagai sifat istiqomah. Istiqomah merupakan sikap teguh dalam berpendirian dan selalu konsisten dengan apa yang yakininya. Dalam hal ini, istiqomah berarti kokoh dalam beraqidah dan konsisten dalam beribadah. Orang yang istiqomah tidak akan pernah redup dalam melakukan totalitas peribadatan kepada Allah SWT. Ketika kondisi ekonominya sedang terpuruk, orang yang istiqomah tetap berpegang teguh pada aturan agama tentang halal haram. Seperti lebah yang selalu menghisap madu dari bunga yang sedang bermekaran. Ia akan tetap melakukan itu dengan tekun meski terkadang nyawa yang menjadi taruhannya. Tetapi pada akhirnya, perjuangan itu akan berujung menjadi madu yang manis dan bermanfaat bagi makhluk selain dirinya yaitu manusia. Begitu juga dengan istiqomah, seberat apapun ujian yang kita hadapi, selama kita tetap istiqomah berada pada jalan yang telah diridhoi-Nya maka hasilnya akan manis seperti madu asli yang manisnya tidak akan membosankan bagi siapapun yang menikmatinya.

Jari yang ketiga adalah jari tengah yang diartikan sebagai sifat qona’ah. Qona’ah mempunyai arti cukup atau merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah kepada kita. Sebesar apapun usaha yang kita lakukan, akan tetapi Allah sebagai pembuat skenario kehidupan yang kita jalani tidak mengabulkan apa yang sedang kita usahakan, hasilnya pun juga jauh dari yang kita harapkan. Jika kita bisa menerimanya dengan lapang dada dan merasa cukup atas segala apa yang telah diberikan-Nya kepada kita dengan tetap memohon pertolongan-Nya, maka kebesaran dan kekokohan jiwalah yang akan kita peroleh seperti jari tengah yang lebih kokoh dibandingkan dengan jari yang lain.

Jari yang keempat adalah jari telunjuk yang diartikan sebagai sifat ridho. Ridho sendiri mempunyai arti rela dan tabah menerima semua perkara yang terjadi dalam hidup kita tanpa ada rasa kecewa dan putus asa. Sebagai muslim, sepahit apapun ujian yang kita terima yakinlah bahwa semua ujian itu berasal dari Sang Maha Pamilik Jiwa. Jari telunjuk selalu kita acungkan dalam sholat yang mengisyaratkan bahwa hanya Allah Yang Maha Esa yang merupakan satu - satunya Dzat tempat kita kembali dan memohon pertolongan. Kalau rihdo sudah benar – benar kita lakukan, maka syukur akan terwujud dalam diri kita. Syukur sendiri mempunyai arti berterima kasih. Dalam hal ini berterima kasih dalam kondisi apapun atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kita. Poin ini merupakan poin terberat yang harus kita lakukan kerana logikanya kalau ada teman yang menyakiti kita, apakah kita akan masih merasa mudah untuk berterima kasih padanya? Begitu juga dengan ujian yang diberikan Allah kepada kita, meski terasa sakit kita harus berterimaksih kepada-Nya dengan tetap melakukan totalitas penghambaan sebagai makhluk ciptaan-Nya.

Keempat jari diatas mempunyai arti yang sangat mulia jika kita bisa melakukannya di saat menghadapi ujian-Nya. Tinggal satu jari lagi yaitu jempol. Jempol biasanya digunakan sebagai isyarat penghargaan kepada jerih payah dan kerja keras seseorang serta untuk memuliakan suatu perkara dikehidupan sosial seperti mempersilahkan tamu yang sedang berkunjung kerumah kita. Kita selalu menggunakan jari jempol dalam melakukannya. Contoh yang lain adalah kalau ada teman kita yang dengan suka rela menolong teman kita yang sedang dalam kesulitan maka kita acungi jempol kepadanya dan masih banyak contoh yang lain. Dalam kaitannya dengan ujian hidup yang Allah berikan, jika semua sifat diatas telah kita genggam erat – erat maka tinggal jari jempol saja yang masih berdiri. Itu artinya bahwa kualitas hidup yang kita miliki memang patut untuk diacungi jempol.



Lima Jari


EmoticonEmoticon